Terdapat visi dan misi yang besar di balik kemukjizatan al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Al-Qur’an diturunkan sebagai peringatan dan kabar gembira untuk seluruh umat manusia. Bagi yang mau mengikuti jalan lurus ini dengan baik dan benar, maka di surga kelak ia akan selamat. Namun bagi orang yang tidak mau mempelajari, menadabburi dan mengamalkan di setiap hari, maka akan sesat selama-lamanya. Bi idznillah, hanya Allah Swt yang berkuasa memberikan petunjuk pada jalan yang benar.
Neraka dan surga diciptakan Allah Swt sebagai manifestasi dari adanya orang yang baik amalanya dan orang yang buruk perbuatannya. Di dalam al-Qur’an, Allah Swt telah menjelaskan kebaikan-kebaikan yang bisa diamalkan oleh umat manusia, dan Allah menjanjikan balasan surga seisinya yang abadi dan tak ada yang bisa menandinginya. Begitu juga, Allah Swt telah menerangkan dalam al-Qur’an tentang hal-hal yang perlu dijauhi dan ditinggalkan. Karena Allah Swt telah mengancam bagi siapa saja yang melakukan amalan yang tidak diperintahkan dengan siksa neraka.
Siapa pun kita, asal masih ada iman di dada, pastinya tidak pernah ingin menjadi orang yang buruk. Kalau pun hari ini masih bercengkrama dalam keburukan dan kesalahan, niscaya kita segera bersujud simpuh menghadap Allah Ta’ala untuk memohon ampunan-Nya. Karena kita semua ingin terlihat baik dan taat di hadapan Allah Swt kelak. Maka mulai dari amalan, ucapan, dan kepemilikan harta benda hendaklah dijauhkan dari hal-hal subhat, apalagi tercampur dengan yang haram.
Allah Tidak Menerima Harta Haram
Rasulullah Saw telah bersabda, “Tidak diterima shalat kecuali suci, dan tidak diterima sedekah (yang didapat dari penipuan).” (Hr. Muslim)
Sedekah yang didapat dengan jalan yang haram merupakan perbuatan baik yang tidak baik. Bahkan amalannya rusak hingga tertolaknya kebaikan sedekah. Allah Swt akan menolak amalan-amalan baik, seolah-olah berkata, “Sucikanlah hartamu terlebih dahulu. Jauhkanlah sifat-sifat haram dari hartamu. Kembalikan harta ini kepada pemiliknya yang telah kauzalimi. Dan bersihkan hartamu dengan mengeluarkan zakat.” Karena perintah tersebut jelas tersirat dalam ayat suci al-Qur’an.
Allah akan menolak harta yang tercampur unsur-unsur yang tidak baik. Termasuk dalam sedekah, Allah Swt hanya menerima sedekah yang baik. Apabila seseorang mendapatkan harta dan mensedekahkan harta dari hasil korupsi, merampok, menipu, mencuri niscaya Allah Swt tidak akan menerimannya. Bagaimana tidak, Allah Swt Maha Pemberi rezeki, akan tetapi manusia memperoleh rezeki dengan jalan haram.
Harta haram yang diperoleh sangat banyak. Bermilyar-milyar di rekening, hingga beranak pinak di bank mana pun selama bertahun-tahun lamanya. Jika memperolehnya dengan jalan haram dan mengeluarkan harta untuk bakti sosial, membantu panti asuhan; tidak akan mengubah status harta menjadi halal. Karena cara memperolehnya pun telah melanggar aturan Allah.
Haji dan Umrah Harus Dari Harta Halal
Diriwayatkan dalam sebuah hadits, “Apabila seorang laki-laki keluar dari rumahnya untuk berhaji dan sudah meletakkan kakinya di pelataran ka’bah, lalu ia berseru, ‘Aku datang memenuhi panggilan-Mu, ya Allah’, Lalu malaikat penyeru dari langit berkata, ‘Selamat atas kedatanganmu. Hartamu halal. Hajimu mabrur tanpa dosa.’ Tapi apabila keluar berhaji dengan harta yang kotor dan ketika menginjakkan kakinya di pelataran ka’bah, ia berkata, ‘Ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu’, lalu malaikat dari langit berseru, ‘Tidak ada kedatangan untukmu dari harta yang haram. Nafkahmu haram dan hajimu tidak mabrur.’” (Hr. ath-Thabrani)
Tidak semua orang bisa melakukan ibadah haji dan umrah. Karena dalam persiapannya membutuhkan bekal yang sangat banyak dan jasmani yang kuat. Tentunya yang bisa melaksanakan adalah yang mampu dalam hal biaya dan ketersediaan tabungan ongkos haji. Di tanah suci pun, ia mengenakan pakaian ihram, memuji Allah Swt dan melaksanakan rukun haji dan umrah.
Kerugian menimpa bagi seseorang yang berhaji dengan harta yang diperoleh dari perbuatan buruk, korupsi, penipuan berkedok arisan, bahkan hasil transaksi jual beli dengan jalan haram. Maka bagi setiap umat Islam yang ingin melaksanakan ibadah umroh dan haji, mohonlah pertolongan kepada Allah Swt dan berusaha sedikit demi sedikit menyisihkan rezekinya untuk memenuhi panggilan Allah Swt di Tanah Suci Makkah al-Mukarramah. Insya Allah.
Allah Hanya Menerima Perkataan dan Perbuatan yang Baik
Allah Swt berkalam dalam surat Ibrahim ayat 24-25,
أَلَمْ تَرَ كَيْÙÙŽ ضَرَبَ اللّه٠مَثَلاً ÙƒÙŽÙ„Ùمَةً Ø·ÙŽÙŠÙّبَةً كَشَجَرة٠طَيÙّبَة٠أَصْلÙهَا ثَابÙتٌ ÙˆÙŽÙَرْعÙهَا ÙÙÙŠ السَّمَاء(24) تÙؤْتÙÙŠ Ø£ÙÙƒÙلَهَا ÙƒÙÙ„ÙŽÙ‘ ØÙين٠بÙØ¥Ùذْن٠رَبÙّهَا وَيَضْرÙب٠اللّه٠الأَمْثَالَ Ù„Ùلنَّاس٠لَعَلَّهÙمْ يَتَذَكَّرÙونَ
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap muslim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.”
Allah menerima perkataan baik yang diucapkan dari mulut seseorang. Dan sebaik-baik ucapan adalah “La ilaaha illallaah”, ikrar tauhid bahwa tiada Tuhan yang disembah melainkan Allah semata.
Suatu ketika, Rasulullah Saw pernah memberikan “tebal-tebakan” kepada para sahabat. “Sebutkanlah sebuah pohon yang serupa atau seperti dengan orang muslim,” tanya Nabi, “daun-daunnya tidak berjatuhan pada musim panas dan musim dingin dan menghasilkan buah setiap saat dengan izin Rabbnya?”
Ibnu ‘Umar tertegun mendengar pertanyaan tersebut. Lalu dia menjawab, “Terbetik dalam hatiku bahwa itu adalah pohon kurma. Tapi aku lihat Abu Bakar dan ‘Umar (ayahku) tidak berbicara. Maka aku pun menahan bicara,” kisahnya.
Karena tidak ada yang menjawab, akhirnya Rasulullah Saw bersabda, “Pohon itu adalah pohon kurma.”
Dalam Tafsir Ibnu Katsir, para mufassir menerangkan bahwa ayat tersebut merupakan perumpamaan perkataan yang baik dan amal shalih orang mukmin. Diibaratkan seperti pohon kurma yang “cabangnya menjulang ke langit” adalah kebaikan seorang mukmin yang yang senantiasa diangkat setiap saat pada setiap kesempatan baik di waktu pagi maupun petang.
Jadi, setiap perkataan baik, dzikir kepada Allah, membaca al-Qur’an, mengajak manusia kepada kebaikan, mengajarkan ilmu yang bermanfaat, nasihat kepada istri dan anak, berkata jujur, semua perkataan tersebut langsung terangkat menjadi kebaikan di sisi Allah. Wallahu A’lam. [Hamizan/Bersamadakwah]
sumber : bersamadakwah.net